Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PANGERAN ANTASARI: The First National Hero From Banjar (bahasa)

Konten [Tampil]
Pangeran antasari adalah salah seorang pahlawan kalimantan selatan yang berjuang melawan penjajahan di kalsel.
Pangeran antasari
Pangeran Antasari adalah anak Pangeran Mahmud, cucu Pangeran Amir, yang dulu berani menentang Belanda dengan mengarahkan 3.000 tentara. Belanda saat itu membantu Pangeran Nata. Namun di bawah pimpinan Kapten Christopel Hoffmann, Pangeran Amir dapat dikalahkan, kemudian dibawa ke Batavia dan dibuang ke Ceylon (Srilanka) hingga meninggal di sana. Pangeran Amir merupakan tokoh Banjar pertama yang dibuang Belanda ke luar negeri. Antasari adalah saudara semisan dengan Pangeran Hidayatullah. ibunya Gusti Khodijah adalah Putri Sultan Sulaiman. (FYI: salah seorang Putra Sultan Sulaiman adalah Pangeran Singasari beliau ayah dari pangeran Abu Bakar Kemudian beliau ini beranak Pangeran Umar dan beliau ini beranak pangeran Jumri. Yang terakhir ini adalah Ayah dari Pangeran (Sultan) H Khairul Saleh, Sultan Banjar di era milenium yang juga pernah menjabat menjadi Bupati Banjar selama 2 periode).


Kepahlawanan Pangeran Antasari dapat dilihat dari banyak hal. dia adalah satu dari sejumlah pejuang Perang Banjar yang tidak kenal menyerah dan berkompromi dengan penjajah. Semboyannya yang terkenal adalah "Haram Manyarah,  Waja Sampai ka puting". Semboyan ini sangat terkenal hingga sekarang.

Antasari pula yang memimpin peperangan tanggal 28 April 1859 yang menandai meletusnya Perang Banjar. Saat itu Pangeran Antasari memimpin 3000an pasukan bersama Datu Aling, Pembakal Ali Akbar. Mantri Taming Yudha, Punakawan Sultan kuning dan lain-lain untuk menyerbu benteng Belanda Oranye Nassau Pengaron.

Beliau juga seorang yang taat beragama. Meskipun sebagian elit dan masyarakat Banjar saat itu sudah mulai terpengaruh dengan gaya hidup orang Belanda yang menyenangi minum-minuman keras dan dansa dansi, Antasari dan Hidayatullah terpelihara dari semua itu.
sejarah mesjid alqaramah martapura tempo dulu
Mesjid al-karamah Martapura tempo dulu
Karena ketaatan dalam beragama ini maka setelah Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda, para ulama dan rakyat tidak ragu untuk mengangkat Antasari sebagai Sultan dengan gelar Panembahan Amiruddin khalifatul Mukminin. Menurut Syamsiar Seman (2003), penobatan Antasari dengan gelar di atas dilakukan pada tanggal 13 Ramadhan 1278 H bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1862. Rakyat yang memberikan kepercayaan kepada nyaa adalah di daerah Barito, Sihong, Murung, Teweh, Kapuas, Kahayan dan Dusun Hulu.

Antasari seorang yang tidak pendendam kepada para ahli dan keturunan Sultan Banjar yang dulunya memusuhi kakeknya Pangeran Amir. Kakeknya itu sebenarnya juga berhak untuk naik tahta. Tetapi hanya diambil oleh pangeran yang lain (Tamjidullah I dan Tamjidullah II) dan dengan bantuan Belanda, Pangeran Ami berhasil dikalahkan, hingga dibuang ke Srilangka). Hubungan Pangeran Antasari dengan para pangeran lain tetap baik, dan ia lebih mengedepankan kepentingan negara, dalam hal ini Kesultanan Banjar. Beliau hanya mau meletakkan senjata dengan Belanda jika Belanda mau memulihkan kedudukan dan martabat Kesultanan Banjar.

Antasari seorang pemimpin perang yang kharismatik, beliau mampu mengkonsolidasikan perjuangan baik di kawasan Martapura, kemudian Banua lima di Hulu Sungai hingga ke hulu Sungai Barito. Menurut Hamlan Arpan (2004), tentara yang digunakan oleh Antasari untuk penyerbuan benteng Belanda Oranye Nassau itu berhasil dihimpun oleh Datu Aling (Panembahan Aling), seorang yang dianggap sebagai tokoh dan jawara di daerah Muning Tapin. Datu Aling yang sangat disegani oleh masyarakatnya dan dianggap sakti itu, kagum terhadap pribadi dan kharisma Antasari sehingga bersedia menjadi pengikut Antasari yang setia. Posisi Muning yang dekat dengan Pengaron dan Martapura menjadikan Antasari berhasil mengobarkan perang Banjar yang dahsyat tersebut. Antasari juga berhasil melakukan pendekatan kepada sejumlah pemimpin dan masyarakat Dayak sehingga mereka ikut terlibat dalam perang Banjar dan sangat besar jasanya dalam memerangi penjajah Belanda.

Sambil berperang, Antasari yang memiliki ilmu agama yang mendalam aktif berdakwah menyebarkan agama Islam di daerah mana saja yang dilewatinya. Terbukti banyak masyarakat di Hulu Sungai Barito juga menjadi muslim dan mendukung perjuangan melawan Belanda. Seiring dengan itu Antasari juga melakukan akulturasi dan asimilasi dengan mengawinkan anak cucu keturunannya dengan etnis Dayak sehingga antara Banjar dan Dayak menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan.


BESAR DAN LAMA

Bersumber dari Perang Banjar karya Gusti Mayur, Raja Diraja Kerajaan Banjar susunan HM Said, Wikipedia dan sumber lainnya dijelaskan bahwa Perang banjar yang dikobarkan oleh Pangeran Antasari, Hidayatullah dkk, dihadapkan pada situasi yang genting. Belanda latihan mengadu domba dan memecah belah kekuatan elit dan rakyat akibatnya masyarakat bangsa dan masyarakat Dayak terbelah, sebagian memihak Belanda karena mereka diangkat oleh Belanda sebagai bagian dari pemerintahan Sultan Tamjidullah Ii yang didukung Belanda.

Kiai Raden Adipati Danu Raja sebagai gubernur Banua Lima berada di pihak Sultan Tamjidullah II dan Belanda, demikian pula kepala-kepala pemerintahan di negeri Tanah Bumbu oleh Sultan Kutai yang terpaksa memihak pbelamnda karena berada di bawah tekanan Belanda.
Peninggalan kesultanan Banjar tempo saat pangeran antasari menjadi pahlawan
Peninggalan kesultanan Banjar
Suku Ono yang berasal dari desa Telang (Paju Epat) seorang kepala suku Dayak Maanyan dan Temanggung Nikodemus Jaya Negara seorang kepala suku Dayak Ngaju juga ikut memihak Belanda.
Dalam keadaan demikian Pangeran Antasari dan pengikutnya menghadapi tekanan yang berat dari saudara sebangsa bahkan seagama, baik dari suku Banjar, Dayak, Bugis, Kutai ,yang sudah berada dalam genggaman dan pengaruh Belanda. bahkan Sultan Kutai berhasil membantu Belanda menangkap Pangeran Perbatasari (Sultan Muda) yang akhirnya dia diasingkan ke kampung Jawa Tondano Sulawesi Utara, kemudian meninggal di sana dan makamnya berdekatan dengan Makam Pahlawan Nasional Imam Bonjol.

Meskipun demikian Antasari berhasil mengalahkan para ulama dan tokoh agama untuk mendukung perang. Pasukan Beratib Beramal berhasil dibangkitkan sehingga perang tak hanya mengandalkan senjata yang memang terbatas, tetapi juga mengutamakan pendekatan spiritual.
Hasil pertemuan para pejuang bulan September 1859 antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, Demang Lehman, dan tokoh perjuangan lainnya di daerah Kandangan menetapkan bahwa Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di daerah Dusun Atas. sedangkan Tumenggung Jalil memperkuat pertahanan di Benua 5 bersama Pangeran Hidayatullah.

Martapura berada di bawah kendali Demang Lehman dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Dalam perkembangannya, medan pertempuran perang Banjar berlangsung dari Wilayah Sungai Kapuas (Kalteng) di sebelah barat, sampai Tanah Bumbu (Kalsel) di sebelah timur, dan Tanah Laut (Kalsel) di sebelah selatan sampai Tanah Dusun (Kalteng) di sebelah utara.

Pangeran Antasari menjalin kerjasama dengan sejumlah tokoh Dayak di Hulu Sungai Barito. Beliau tak hanya berperang di darat, tetapi juga di laut/sungai. Para pejuang membuat benteng rakit apung disebut kotamara. Kapal uap Celebes sendiri milik Belanda berperang melawan benteng rakit apung yang dikemudikan orang Dayak pada tanggal 6 Agustus 1859 di Pulau Kanamit, Sungai Barito.

Pada 22 Februari 1860 kembali kapal perang Celebes dan Monterado dikirim menyerang benteng Leogong. Benteng ini dikepung dengan 2 buah kapal perang di hulu dan di sebelah hilir serta 200 Serdadu didaratkan. Pertempuran sengit pun terjadi sepanjang Sungai Barito. Menyadari terhadap pertempuran ini Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati melakukan siasat mundur untuk menghindarkan banyak yang jatuh korban. Perang ini berakhir tanpa hasil yang memuaskan bagi Belanda.

Untuk mengantisipasi kapal-kapal perang Belanda, Tumenggung Surapati bersama pangeran Antasari mengerahkan beratus-ratus perahu dengan sebuah perahu komando yanp besar. Pada perahu besar ini dipancangkan bendera kuning. Armada perahu ini disertai pula dengan beberapa buah lanting kotamara (cotta mara) sebagai panser terapung. Bentuk kotamara ini sangat unik karena dibuat dari susunan bambu yang membentuk sebuah benteng terapung. Kotamara dilengkapi dengan beberapa pucuk meriam dan lila. Panser apung ini merupakan karya Raden Jaya Anum dan pasukannya dari Kapuas Tengah yang setelah masuk Islam dijuluki Juragan Kuat.

Antasari bersama Demang Lehman juga mencoba mendatangkan senjata dengan cara mengirim utusan ke Kesultanan Kutai, Pasir dan Pagatan. Tetapi rupanya hal ini sudah diketahui oleh Belanda,sehingga Belanda menekan semua raja-raja yang membantu Pangeran Antasari dan Demang Lehman. Meskipun demikian, Demang Lehman memperoleh sebanyak 142 pucuk senapan dan beberapa buah meriam kecil atau lila. Tetapi sayang ketika senjata ini dalam perjalanan diangkut dengan perahu dirampas oleh Belanda di tengah laut.

Jalannya Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan dan Sultan Hidayatullah, oleh WA van Rees. sebagaimana dikutip oleh Wikipedia dalam satu episodenya digambarkan sebagai berikut:
Setelah persiapan-persiapan yang matang, maka berkobarlah perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beratib Beramal fi Sabilillah secara serempak. Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre' (informasi tempur berbentuk persegi empat); meriam houwister diisi lagi. "Tembak!!), kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi baik di pipa houwister maupun beberapa bedit macet. Beberapa orang musuh datang melalui houwister masuk kedalam carre': dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali.

Kopral Smgit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; Van Harderen mendapat 2 sabetann klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi pipa yang baru. Pstol kepunyaan Van Der Heijiden juga macet ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala penyerbu yang gagah berani ini telah memegangnya dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat menangijs dengan pedamng tusukan itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris dan jatuh tersungkur.

Belanda yang kewalahan dalam menghadapi pasukan Antasari tidak jarang mengajaknya berunding, berdamai, dan "kesalahannya" sebagai pemberontakan akan diamptuni. Akan tetapi Antasari sangat teguh memegang prinsip. Ia hanya mau berdamai dengan Belanda jika kedaulatan Banjar dikembalikan kepada Sultan yang berhak. Dalam salah satu suratnya membalas ajakan damai dari Gustav Verspijc, pengusaha militer tertinggi Belanda di Banjarmasin, Antasari mengatakan:".... Ada kemungkinan saya akan mempertimbangkan usul Tuan untuk berdamai, bila saya mendapatkan surat resmi dari Gubernur Jenderal Belanda di Batavia di mana diterangkan bahwa Kerajaan Banjar dikembalikan sepenuhnya kepada kami. Kami berjuang untuk menutup menuntut hak usaha kami. Kami merasa jijik berunding dengan Belanda yang telah dengan sewenang-wenang merampas hak kami dan mengasingkan sepupu kami Hidayatullah ke pulau Jawa. Kebijakan Belanda ini bertentangan dengan semangat persahabatan...."

Setelah sekian lama aktif berperan secara fisik dalam berbagai medan pertempuran, kalah dan menang silih berganti, kondisi Antasari tidak lagi Prima apalagi saat perang meletus usia. Beliau sudah relatif tua hampir 60 tahun. Beliau sering sakit-sakitan tetapi tidak pernah mau berunding ataupun menyerah kepada Belanda. Akhirnya beliau wafat karena sakit pada tanggal 11 Oktober 1862, dimakamkan di kampung Sampirpang Bayan Begak Puruk Cahu. Jenazahnya kemudian di bongkar dan dimakamkan kembali di Banjarmasin pada tanggal 11 November 1958. Sebagian masyarakat Dayak yang menyaksikan penggalian kembali makam itu merasa sedih karena mereka menganggap Antasari Sultan dan pemimpin Dayak juga.

10 tahun kemudian atas di atas jasa-jasanya dalam Perang Banjar tersebut Antasari dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 95/TK/1968 tanggal 27 Maret 1998 beliau merupakan pahlawan bagi nasional pertama yang berasal dari Banjar.

----------------
Sumber: buku karangan Ahmad Barjie B . Judul: Tokoh Banjar Dalam Sejarah.

Post a Comment for "PANGERAN ANTASARI: The First National Hero From Banjar (bahasa)"